INVESTASI PABRIK : RP 9 -10 M
LUAS LAHAN EMPLASEMEN : 1,5 HA
LUAS TANAMAN TEBU : 100 - 200 HA
MODAL KERJA TANAMAN / OPERASI : Rp 1.75 M
TENAGA KERJA
SDM LOKAL DENGAN PELATIHAN
KOMISARIS 2 ORANG
MANAGER 1 ORANG
ASS MANAGER 2 ORANG
KARY BULANAN 9 ORANG
KARY HARIAN (3 SHIFT) 48 ORANG
KARYAWAN TANAMAN 50 ORANG.
PRODUKSI
ALTERNATIF 1 : GULA PUTIH + GULA CETAK
DIVERSIFIKASI PRODUKSI
ALTERNATIF 2 : GULA CETAK
ALTERNATIF 3 : GULA CAIR INDUSTRI
ALTERNATIF 4 : GULA PUTIH + TETES
HARGA POKOK PRODUKSI (EXCL DIVESTASI) .
HPP GULA (rerata 10 tahun dgn annual eskalasi 5%-app Rp 5000/kg
( tahin 2010 sd 2020belum termasuk penyusutan)
FINANCIAL ANALISIS.
NPV SISA KAS OPERASI 10 THN : POSITIF > Rp 16 M
PAY BACK PERIOD/ROI : < 5 TAHUN
IRR : 26%
1.Pendahuluan.
Gula sebagai salah satu dari sembilan bahan pokok yang diperlukan saat ini ada dipersimpangan jalan, kebutuhan nasional diatas produksi nasional (mencapai 3,25 juta ton pertahun) dan akan cenderung meningkat sementara produk gula nasional dalam kisaran 2,2-2.5 juta ton pertahun dan cenderung stagnan, sementara kekurangan sebesar lebih dari 1juta ton masih mengandalkan pasokan import.
Terlepas dari sejarah bahwa pada sekitar tahun 1935 - Indonesia (Nedherland Indies) pada saat itu sebagai exporter gula dunia dengan teknologi abad 19 (teknologi tanaman dan teknologi prosesing), saat ini defacto mengalami kemunduran di bidang Teknologi prosesing dan dibidang teknologi tanaman, kemunduran ini tercermin dari rendahnya produktivitas dan kwalitas tanaman tebu dibanding dengan produktivitas dan rendemen gula yang pernah dicapai ,produktivitas tanaman dari 120 ton tebu/ha turun sampai rata rata hampir 70 ton tebu per ha dan rendemen saat ini hanya bisa dicapai sebesar rata rata dibawah 8% saja dibanding angka rendemen gula rata rata thn 1934 diatas 11% atau tejadi penurunan sekitar 40%.
1.2.Permasalahan
1.Pasokan gula hasil industri gula nasional hanya mampu mengisi 60% kebutuhan gula nasional, sisanya masih harus di impor, sementara proyeksi kebutuhan nasional makin meningkat.
2.Keberadaan industri gula nasional makin memprihatinkan sehingga kurang mampu bersaing dengan gula import (ketuaan mesin, keterbatasan lahan tanaman tebu di Jawa, kwalitas tanaman tebu di Jawa maupun luar Jawa , efisiensi pengelolaan dll), sehingga tidak siap menghadapi persaingan pasar global.
1.3.Maksud dan Tujuan.
Maksud dan tujuan penulisan proposal ini sebagai sumbang sih alternatif solusi mengatasi permasalahan gula nasional yang serba dilematik, atau sebagai salah satu alternative opsi menuju swa sembada gula disamping opsi revitalisasi Pabrik Gula Besar yang telah ada.
1.4.Visi dan Misi.
Mewujudkan Industri Gula Nasional sebagai tuan rumah dinegeri sendiri dengan istilah Teknologi Gula Merah Putih , dengan harga pokok produksi yang mampu bersaing dengan harga gula dunia dan mengalihkan teknologi pergulaan dari milik institusi menjadi teknologi yang dimiliki dan dikuasai dan dapat diterapkan masarakat luas.
1.5.Sasaran
1.Memproduksi gula dengan harga pokok produksi yang mampu bersaing dengan harga gula dunia, sehingga kedepan industri gula nasional mampu bertahan pada era pasar terbuka.
2.Menuju industri gula dari industri padat modal dan padat teknologi menjadi industri gula rakyat dengan teknologi sederhana dan tepat guna tanpa mengurangi performance (simplifikasi teknologi).
3. Penyediaan lapangan kerja dengan konsentrasi dipedesaan dengan segala dampak positifnya antara lain berkurangnya tingkat urbanisasi dan sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi setempat.
1.6.Strategi
1. Telah dibangun sebagai model dan percontohan unit PGM kapasaitas 50 ton tebu perhari , dari uji operasi produksi 2007 didapatkan angka performance baik rendemen gula maupun kwalitas gula yang dihasilkan sesuai dengan standart produksi.
2. Juga dilakukan perbaikan kwalitas tanaman dengan pemilihan varitas unggul yang telah teruji serta kembali kepada budidaya tanaman sesuai standart baku teknis budidaya tanaman tebu.
2.Membangun Kilang Gula Rakyat .
Konsep teknologi Pabrik Gula Mini yang telah dibangun di Kediri adalah berangkat dari dari teknologi pengrajin gula tradisionil dengan memberikan sentuhan teknologi pabrik gula besar yang diaplikasikan dan dikembangkan dengan tetap mengacu pada kesederhanaan , namun mampu menghasilkan produk yang diminta pasar (gula cair, gula merah atau kombinasi gula putih dan gula merah) dan mampu untuk memproses gula non tebu (misalnya diluar musim giling tebu bisa untuk memproses gula kelapa menjadi produk dengan nilai tambah yang lebi baik), bahkan kedepan dapat diintegrasikan dengan ethanol plant untuk kepentingan energy dll.
FILOSOPHI PGM.
KECIL – SEDERHANA – EKONOMIS.
BUKAN PABRIK BESAR DI SCALE DOWN
BUKAN SEPERTI PABRIK DILUAR NEGERI
SESUAI DENGAN KULTUR SETEMPAT.
OPERATOR TENAGA SETEMPAT DGN PELATIHAN.
KECIL – SEDERHANA – EKONOMIS.
BUKAN PABRIK BESAR DI SCALE DOWN
BUKAN SEPERTI PABRIK DILUAR NEGERI
SESUAI DENGAN KULTUR SETEMPAT.
OPERATOR TENAGA SETEMPAT DGN PELATIHAN.
Ringkasan inovasi dan simplifikasi.
2.1. Module Pemerahan adalah pengembangan dari pemerahan pengrajin tradisional dimana tebu hanya digiling sekali diinovasi dan dilengkapi dengan cane preparation (cane crusher) dan dilakukan dua atau tiga kali giling dengan limited wet crushing proses ( ada tambahan air imbibisi),sehingga kehilangan gula terikut ampas terkendali, uji lapangan didapat ampas keluar gilingan dalam kisaran 27-30% bobot tebu (tergantung kadar sabut tebu) dan dengan brix nira gilingan akhir dalam ksaran 2 diprediksi sugar losses dalam batas wajar.
2.2. Module pemurnian dipilih pengapuran dengan modifikasi pre phosphatasi, yang sebenarnya adalah terapan pemurnian semi rafinasi sehingga didapat produk tanpa residu sulfur (belerang) GULA SEHAT, disamping itu biaya bahan pembantu pemurnian lebih murah tiap ton tebu dapat dihemat 4 kg belerang seharga lebih dari Rp 6.000/ ton tebu, belum efek korosi terhadap peralatan dan yang pasti akan meninggalkan residu belerang dalam produk yang dihasilkan dan dimungkinkan pengembangan sampai dengan rafinasi.
2.3. Module Penguapan adalah perbaikan dari penguapan pengrajin gula tradisional yang menggunakan open pan dengan api langsung diinovasi menjadi penguap hampa single atau double effect, sehingga sejak awal suhu didih tidak lebih dari 60 Celsius ,sehingga kenaikan intensitas warna gula tidak terjadi, untuk membuat kehampaan tidak menggunakan pompa hampa yang investasi dan operasinya cukup mahal tetapi menggunakan barometric water jet condenser yang hanya memerlukan pompa air disirkulasikan untuk mengkondensasi uap sekaligus sebagai pompa hampa, terapan di Kediri menunjukkan tingkat kehampaan yang dapat dicapai 64 cm kolom air raksa yang sudah memenuhi tuntutan proses.
2.4. Module Masakan di inovasi sangat flexible , mampu memproduksi gula kristal dan mampu memproduksi gula merah cetak sesuai permintaan pasar. Kelebihan lain adalah adanya perubahan ratio antara luas panas vs volume dari cooking pan (heating surface vs volume) sehingga dengan hanya satu cooking pan sudah mampu menghasilkan gula kristal standart, sementara pabrik gula besar memerlukan minimal 3-4 unit cooking pan karena harus melakukan beberapa kali cut over, seperti halnya pada module penguapan sistim kevacuuman juga menerapkan barometric water jet condenser.
2.5. Module Pemisahan Gula menggunakan sentrifugal separator dimana umumnya digunakan vertical separator dengan pengeringan steam spray diinovasi menjadi horizontal separator dengan pengeringan menggunakan electric heating , tidak dilakukan double curing seperti pabrik gula besar tetapi untuk menghasilkan gula standart cukup dilakukan single curing sehingga hanya memerlukan separator separo dari umumnya pabrik gula.
2.6. Lain lain.
Karena kebutuhan uap hanya untuk proses maka boiler didesign tekanan rendah 2,5 bar dengan bahan baker ampas dan bahan baker padat lainnya , boiler yang terpasang di Kediri dilengkapi dengan biomass gasifikasi untuk subtitusi apabila kekurangan ampas, meski demikian semua material digunakan adalah standart dan bersertifikat dan melalui uji DEPNAKER.
Cat / lapisan tahan asam dan panas standart food grade diperlukan untuk pelapisan permukaan peralatan dari carbon steel yang bersentuhan dengan nira atau syrup untuk mengurangi sebanyak mungkin kontaminasi besi (Fe dalam bentuk Feric) yang akan meningkatkan intensitas warna produk dll.
3.Dimana Pabrik Gula Mini, layak dibangun.
Pada kondisi saat ini Pabrik Gula Mini sangat layak dibangun dan dikembangkan di lokasi lokasi sbb:
- Kawasan Indonesia Timur dan luar Jawa Lainnya
Pertimbangannya adalah meskipun harga gula di Jawa dalam kisaran Rp 5.400/kg di kawasan terpencil harga masih dalam kisaran Rp 6.500/kg. Sementara sangat memungkinkan untuk mencari lahan hanya seluas 100-200 ha dengan tanpa menimbulkan gejolak sosial dan yang layak untuk ditanami tebu dengan keterbatasan sdm dan dengan infrastrukture yang ada, sekaligus sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi setempat.
- Kawasan fanatik tanam tebu tetapi jauh dari pabrik gula.
Beberapa kawasan petaninya sudah sangat fanatik dengan tanaman tebu tetapi jauh dari pabrik gula (Bojonegoro, Tuban, Gresik,lamongan dimana tebunya harus diangkut ke Pabrik Gula di Wilayah Madiun dengan jarak lebih dari 150 km, Juga Banyuwangi yang tebunya harus dibawa ke Situbondo dan di beberapa kawasan lainnya.
- Kawasan pengrajin gula tradisional.
Untuk meningkatkan kwalitas dan produksi mereka sehingga lebih mempunyai daya saing (Kediri, Blitar, Tulung Agung, Madiun , Rembang, Pati dll). Dan tidak mustahil kwalitas produksinya akan memenuhi standart untuk komodity export.
4. Financial analisis.
Dari operasi Pabrik Gula Kediri beberapa pertanyaan telah terjawab antara lain:
Pabrik Gula Mini mampu menghasilkan produksi Gula putih sesuai standart dan bahkan mampu memproduksi sesuai permintaan pasar.
Pabrik Gula Mini mampu memberikan rendemen tidak lebih jelek dari rendemen pabrik gula besar dan apabila secara bertahap dilakukan uga perbaikan budidaya tanaman tebu akan mampu meningkatkan rendemen optimal .
Pabrik Gula Mini mampu memproduksi dengan harga pokok produksi yang mampu bersaing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar