Gula merah tradisional berbahan baku tebu banyak
diusahakan oleh pengrajin pada sentra sentra produksi di wilayah Kediri,
Blitar, Tulung Agung Madiun, Rembang, Pati dan dibeberapa daerah lainnya
Teknologi tradisional yang telah dikuasai secara
turun temurun tanpa ada pengembangan membuat
produksi yang dihasilkan kurang mempunyai daya saing (kwalitas, harga
dll).
Rendahnya daya saing tersebut akibat hal hal sbb:
1.Kwalitas / mutu
rendah
Dicirikan oleh warna yang gelap coklat kehitam
hitaman, kadar air yang tidak terukur, kadar kotoran masih tinggi, bentuk padatan yang bervariasi, ditambah lagi
dengan pemberian bahan kimia sebagai pemucat agar warna gula kekuning kuningan
dengan dosis yang membahayakan kesehatan, juga akibat proses penguapan dengan
api langsung mengakibatkan proses tidak terkendali baik waktu maupun
temperature proses kesemuanya mengakibatkan rendahnya mutu gula yang
dihasilkan.
Kotoran terikut masih banyak, hanya kotoran
mengapung diambil dengan serok.
Kwalitas produk rendah dan heterogen
Penambahan bahan pemucat diatas ambang batas.
2.Rendemen gula rendah , efisiensi bahan bakar
rendah.
Kehilangan gula selama proses cukup tinggi, bermuara
pada rendahnya rendemen, kehilangan gula terbesar terjadi di proses pemerahan
(karena hanya dilakukan satu kali giling tanpa tambahan air
Kehilangan gula
sangat tinggi karena masih terikut di ampas.
Efisiensi bahan bakar rendah, Perlu subtitusi bahan bakar lain (daduk, sekam
padi dll).
GULA MERAH DI LUAR NEGERI.
Dinegara lain gula merah dikenal dengan nama yang lebih keren “ JAGGERY”, “RASPADURA”, “DEMEARA” atau “ EVAPORATED CANE JUICE” yang justru diperkenalkan dengan berbagai kelebihannya dibanding dengan gula Kristal putih dan harganya ?
Proses mereka tidak terlalu jauh berbeda.
Harga gula merah diatas rerata per 2 lbs ( app 1kg) diatas US $ 3, sementara harga gula merah kita sangat sulit menembus US $ 1
KITA TINGKATKAN DAYA SAING GULA MERAH KITA.
Gula merah lebih sehat ?
Berepa artikel dapat dibaca bahwa gula merah (evaporated cane juice ) memiliki beberapa kelebihan dibanding gula putih , micro nutrient yang lebih lengkap dll
Gula merah tebu dengan proses yang memenuhi GMP ( GOOD Manufacture Practice) atau CPMB (Cara Pembuatan Makanan yang Baik) - insa allah akan menaikkan posisi Gula Merah kita disamping perbaikan beberapa kelemahan kelemahan diatas.
1. Memperhatikan kebersihan , sanitasi dan standart tempat kerja.
Sebagai industri makanan yang produknya dapat langsung dikonsumsi tentulah sangat penting memperhatikan kriteria GMP, setidaknya memperhatikan sanitasi dan kebersihan tempat kerja, penyimpanan hasil, pengemasan dll.
Gula merah tebu dengan proses yang memenuhi GMP ( GOOD Manufacture Practice) atau CPMB (Cara Pembuatan Makanan yang Baik) - insa allah akan menaikkan posisi Gula Merah kita disamping perbaikan beberapa kelemahan kelemahan diatas.
1. Memperhatikan kebersihan , sanitasi dan standart tempat kerja.
Sebagai industri makanan yang produknya dapat langsung dikonsumsi tentulah sangat penting memperhatikan kriteria GMP, setidaknya memperhatikan sanitasi dan kebersihan tempat kerja, penyimpanan hasil, pengemasan dll.
Dengan biaya yang tidak terlalu mahal kebersihan, pengemasan, dll perlu mendapat perhatian. meskipun idealnya syarat CPMB dengan lantai keramik, dengan tempat kerja yang bebas dari serangga dan tikus, dengan penyediaan tempat cuci tangan dll yang tentu perlu biaya yang relatif mahal - ya setidaknya memperhatikan kebersihan dan kebersihan lingkungan.
2. Meningkatkan tingkat pemerahan.
Dengan dey crushing dan dilakukan satu kali giling akan terjadi tingkat kehilangan gula yang cukup besar diampas, pengrajin tahu akan hal ini bagi mereka dengan tanpa tambahan air imbibisi saja kebutuhan bahan bakar untuk penguapan sudah tidak dapat tercukupi dengan ampas , apalagi kalau diberi tambahan imbibisi ringan (hanya 100% fibre), pemebrian imbibisi harus diikuti dengan peningkatan thermal effisiensi penguapan.
Model five roll lebih baik dari three roll, tetapi belum ada dijual di Indonesia.
.
Peningkatan efisiensi pemerahan dapat dilakukan dengan memasang dua gilingan secara serie sehingga proses berubah dari dry crushing ke wet crushing, akan terjadi kenaikan dalam kisaran 15%, agar bahan bakar mencukupi system penguapan dengan jedi di rubah dengan model yang lebih effisien penggunaan bahan bakarnya.
Proses dilengkapi dengan pemurnian nira , meskipun sederhana sehingga akan didapatkan produk yang lebih bersih dengan dirt konten yang sangat rendah.
Nira kasar seharusnya melalui proses pemurnian nira, untuk membuang sebanyak mungkin ikutan non gula/
4. Peningkatan efisiensi bahan bakar.
Dengn dry crushing saja ampas sudah tidak mencukupi untuk proses penguapan sampai dengan pengentalan, masih dibutuhkan suplisi bahan bakar, agar tidak terjadi kekurangan bahan bakar karena jumlah nira yang diuapkan naik sebesar 20 sd 30% maka system penguapan harus diganti dengan yang lebih effisien.
Penguapan dengan deretan jedi secara serie membutuhkan 0.5 kg ampas untuk menguapkan 1 kg air, dibutuhkan 2,5 kg ampas untuk memproduksi 1 kg gula merah, dari material balance terlihat bahwa memang terjadi defisit energy.
Model high effisiensi open pan adalah konsep boiler pipa api horizontal yang terbuka, dengan model ini didapatkan effisiensi yang lebih tinggi , untuk menguapkan 1 kg uap diperlukan 0,25 kg bahan bakar, indikasi efisiensi dapat dilihat dari temperature gas buang yang dalam kisaran 200 Celsius.
Laju penguapan terukur 12 kg air diuapkan per jam per m2 heating surface dengan kendali temperature < 100 Celsius untuk mengeliminir kerusakan gula akibat inversi dan karamelisasi, pada model ini karena perbedaan panas kedua sisi system terjadi pengadukan secara alami, sehingga transfer panas akan lebih merata.
Temperature gas buang terukur dalam kisaran 200 Celsius sd 275 celsius.
RESUME
Tidak ada komentar:
Posting Komentar