Jumat, 16 Maret 2012

PENGRAJIN TRADISIONAL DENGAN PRODUK GULA KRISTAL PUTIH



PABRIK GULA MIKRO MERAH PUTIH

Sentuhan teknologi untuk pengrajin gula tradisional. 
 Meskipun pengrajin gula merah tebu tradisional saat ini masih tetap bertahan dengan segala kekurangannya, tentu dengan beberapa  sentuhan teknologi akan mampu lebih meningkatkan keberadaannya dan kedepan apabila mereka juga mampu memproduksi gula putih maka mereka akan memberikan kontribusi menuju swa sembada gula nasional.


Pengrajin gula tradisional sudah berpengalaman di dunia industri gula utamanya di tanaman tebu, mereka tidak beralasan ada keterbatasan lahan dan tidak ada keluhan mengenai kwalitas tebu, mereka tahu untuk industri gula merah memang diperlukan kwalitas tebu yang prima, mereka sudah punya investasi dasar minimal lokasi, bangunan, gilingan dll.


Sentuhan teknologi akan menghantar pengrajin gula merah tradisonal kedepan akan menghasilkan kombinasi gula putih dan gula merah, bukan kombinasi gula putih dan tetes.


1000 pengrajin tradisional saja yang disentuh dengan investasi masing masing 1,5 sd 2 miliar akan setara dengan membangun pabrik gula kristal putih 20.000 tcd , sedangkan apabila membangun pabrik baru setara dengan 20.000 tcd yang pasti untuk lahannya saja akan terjadi permasalahan sosial, untuk investasi 3 trilliun akan menjadi bahasan yang tak kunjung selesai, disamping harus jujur kita melihat sejarah pembangunan pabrik gula besar dari mulai Cot Girek di Aceh, Pelehari di Kalimantan  dll semua berakhir dengan sangat pahit.

Tujuh sentuhan menuju produk gula kristal putih :

1.Penurunan tebu dari atas truk.
Saat ini menurunkan tebu dari atas truk dilakukan secara manual dengan upah borongan dalam kisaran Rp 60.000 sd Rp 75.000 per truk, tergantung dari berat tebu yang akan diturunkan, apabila dalam satu tahun satu pengrajin menggiling 400 truk maka akan dikeluarkan biaya sebesar Rp 3 juta/tahun, disamping biaya kalau kita melihat aktivitas tenaga kerja membongkar dan menurunkan tebu agak terasa kurang manusiawi, kedepan penurunan tebu idealnya dilengkapi dengan loading gantry dengan chain block sehingga tidak ada ketergantungan dengan ketersediaan tenaga bongkar muat.
 Menurunkan tebu secara manual.
 Sedang disiapkan loading gantry dengan chain block 2 x 5 ton.

2.Memperkenalkan penggilingan dengan tambahan imbibisi air.
Saat ini semua pengrajin gula merah tebu tradisional melakukan penggilingan dengan sekali giling dengan system kering, kedepan akan diperkenalkan minimal dua kali giling dengan tambahan air imbibisi, sehingga akan dihasilkan rendemen gula merah 15 sd 20% lebih tinggi.
 Pemerahan sekali giling sistem kering kedepan diperkenalkan minimal dula kali giling dengan system basah ( ada bilasan air imbibisi)


Total brix terperah lebih banyak, tetapi dengan derajat brix yang lebih rendah , artinya beban penguapan juga bertambah, sehingga perlu peningkatan effisiensi bahan bakar.

3.Memperkenalkan pemurnian nira.
Saat ini pegrajin gula merah tradisional tidak mengenal proses pemurnian, yang dilakukan hanyalah membuang kotoran dan busa yang terapung diatas jedi pada saat pemanasan, sehingga sejumlah besar kotoran masih terikut dalam produk yang dihasilkan.



 Busa dan kotoran mengambang diambil dengan jaring sekedarnya.



Diperkenalkan pemurnian modifikasi defikasi , sehingga diperoleh nira jernih yang terpisah dari nira kotornya.

4.Memperkenalkan penguapan vacuum multiple effect.
Dengan penguapan yang dilakukan saat ini, dengan open pan dan direct firing maka akan terjadi pemborosan bahan bakar , sehingga ampas yang dihasilkan tidak cukup digunakan dan harus ditambahkan bahan bakar lain sebagai suplisi biasanya daun daun kering dan sekam padi, disamping itu penguapa dengan wajan terbuka akan menurunkan kwalitas produk karena danya pengaruh over heating yang berakibat terjadinya karamelisasi yang tidak terukur, kedepan akan diperkenalkan system penguapan hampa minimum double effect untuk penghematan energy dan untuk peningkatan kwalitas gula yang diproduksi.


Penguapan dengan wajan/jedi terbuka dengan panas langsung., thermal efisiensi rendah , nira hasil gilingan dry crushing tanpa tambahan air imbibisi saja ampas tidak mencukupi, apalagi dengan pemerahan wet crushing (dengan tambahan air imbibisi)




 Diperkenalkan penguapan terbuka dengan efisiensi tinggi atau dengan penguap vacuum multi effect.

5.Memperkenalkan pengentalan vacuum.
Pengentalan gula merah tebu tradisional saat ini dilakukan seperti proses penguapan diatas jedi terbuka, sehingga titik didih sulit dikendalikan dalam kisaran 115 sd 120 celsius, kedepan diperkenalkan pan masakan atau konsentrator vacuum, sehingga pendidihan dalat dikendalikan pada temperature dalam kisaran 55 sd 60 celsius, akan dihasilkan kwalitas produk unggul dengan kadar air < 8%, dengan warna cerah tanpa perlu penambahan sodium metabisulfite  dan bebas kadar kotoran, sehinga produk mempunyai posisi tawar yang lebih baik.

Pengentalan gula pengrajin tradisional wajan terbuka dengan api langsung.



 Diperkenalkan concentrator/ cooking pan vacuum system menghasilkan gula merah cetak ataupun massecuite untuk gula putih.

6.Mempersiapkan untuk produksi gula Kristal putih.
Apabila langkah tersebut sudah dikuasai maka hanya satu langkah kecil mereka akan mampu memproduksi gula putih, dengan hanya melengkapi unit kristaliser, separator dan pengering gula.


Pemancingan kristalisasi tidak diperlukan lagi, hasil langsung dapat dicetak dalam cetakan.



Pan masakan juga dapat menghasilkan gula putih. (Gula putih sebagai produk pertama dan gula merah cetak sebagai produk kedua)


Tetes dikonsentrasikan menjadi gula merah
(Gula merah sebagai produk kedua)


7.Memperkenalkan GMP..
Sebagai industry makkanan sudah mulai harus diperkenalkan Good Manufacture Practice atau CPMB (Ccara Pembuatan Makanan yang Baik), dengan mulai memperhatikan pentingnya sanitasi, standart bangunan produksi, pest control dll.


Pengemasan dan penyimpanan yang memenuhi syarat

SEHINGGA AKAN TERLAHIRKAN RIBUAN  
MIKRO MILL . 
(PABRIK GULA MERAH PUTIH) 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar